"Malam Nisfu Syaban dan Amalan Nisfu Syaban"
Malam nisfu Sya’ban
(malam 15 Sya’ban) adalah malam mulia menurut sebagian kalangan.
Sehingga mereka pun mengkhususkan amalan-amalan tertentu pada bulan
tersebut. Benarkah pada malam nisfu Sya’ban punya keistimewaan dari
bulan lainnya?
Bulan Sya’ban Secara Umum adalah Bulan Mulia
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang terletak sebelum bulan suci
Ramadhan. Di antara keistimewaannya, bulan tersebut adalah waktu
dinaikkan amalan.
Mengenai bulan Sya’ban, ada hadits dari Usamah
bin Zaid. Ia pernah menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa ia tidak pernah melihat beliau melakukan puasa yang lebih semangat
daripada puasa Sya’ban. Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ
وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ
الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat
manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan
kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk
berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Setiap pekannya, amalan seseorang juga diangkat yaitu pada hari Senin dan Kamis. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ
الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ
إِلاَّ عَبْدًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ اتْرُكُوا –
أَوِ ارْكُوا – هَذَيْنِ حَتَّى يَفِيئَا
“Amalan manusia
dihadapkan pada setiap pekannya dua kali yaitu pada hari Senin dan hari
Kamis. Setiap hamba yang beriman akan diampuni kecuali hamba yang punya
permusuhan dengan sesama. Lalu dikatakan, ‘Tinggalkan mereka sampai
keduanya berdamai’.” (HR. Muslim no. 2565)
Keistimewaan Malam Nisfu Sya’ban
Ada hadits yang menyatakan keutamaan malam nisfu Sya’ban bahwa di
malam tersebut akan ada banyak pengampunan terhadap dosa.
Di antaranya hadits dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun
mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang
bermusuhan.”
Al-Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan
hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thobroni dalam Al
Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi.
Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits
Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal
dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak
mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul
Ahwadzi lantas mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang
dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia adalah perawi yang
dinilai dha’if.”
Hadits lainnya lagi adalah hadits ‘Abdullah bin
‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ
لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا
اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ
“Allah ‘azza wa jalla
mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni
hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang
yang membunuh jiwa.”
Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini
dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perowi yang
diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih dicatat).”
Berarti hadits ini bermasalah.
Penulis Tuhfatul Ahwadzi setelah
meninjau riwayat-riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits
tersebut dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah bagi orang
yang mengklaim bahwa tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan
keutamaan malam nisfu Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
Ibnu Rajab
rahimahullah mengatakan, “Hadits yang menjelaskan keutamaan malam nisfu
Sya’ban ada beberapa. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya.
Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban
menshahihkan sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab
shahihnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 245).
Intinya,
penilaian kebanyakan ulama (baca: jumhur ulama), keutamaan malam nisfu
Sya’ban dinilai dha’if. Namun sebagian ulama menshahihkannya.
Amalan di Malam Nisfu Sya’ban
Taruhlah hadits keutamaan malam nisfu Sya’ban itu shahih, bukan berarti
dikhususkan amalan khusus pada malam tersebut seperti kumpul-kumpul di
malam nisfu Sya’ban dengan shalat jama’ah atau membaca Yasin atau do’a
bersama atau dengan amalan khusus lainnya.
Karena mengkhususkan amalan seperti itu harus dengan dalil. Kalau tidak ada dalil, berarti amalan tersebut mengada-ada.
Walau sebagian ulama ada yang menganjurkan shalat di malam nisfu Sya’ban. Namun shalat tersebut cukup dilakukan seorang diri.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Mengenai shalat malam di malam
Nisfu Sya’ban, maka tidak ada satu pun dalil dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan juga para sahabatnya. Namun terdapat riwayat dari
sekelompok tabi’in (para ulama negeri Syam) yang menghidupkan malam
Nisfu Sya’ban dengan shalat.”
Ibnu Taimiyah ketika ditanya
mengenai shalat Nisfu Sya’ban, beliau rahimahullah menjawab, “Jika
seseorang shalat pada malam nisfu sya’ban sendiri atau di jama’ah yang
khusus sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian salaf, maka itu suatu
hal yang baik. Adapun jika dilakukan dengan kumpul-kumpul di masjid
untuk melakukan shalat dengan bilangan tertentu, seperti berkumpul
dengan mengerjakan shalat 1000 raka’at, dengan membaca surat Al Ikhlas
terus menerus sebanyak 1000 kali, ini jelas suatu perkara bid’ah, yang
sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama.” (Majmu’ Al-Fatawa, 23:
131)
Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Adapun tentang keutamaan
malam nisfu Sya’ban terdapat beberapa hadits dan atsar, juga ada nukilan
dari beberapa ulama salaf bahwa mereka melaksanakan shalat pada malam
tersebut. Jika seseorang melakukan shalat seorang diri ketika itu, maka
ini telah ada contohnya di masa lalu dari beberapa ulama salaf. Inilah
dijadikan sebagai pendukung sehingga tidak perlu diingkari.” (Majmu’
Al-Fatawa, 23: 132)
Malam Nisfu Sya’ban sama dengan Malam Lainnya
Kalau kita biasa shalat tahajud di luar nisfu Sya’ban, nilainya tetap sama dengan shalat tahajud di malam nisfu Sya’ban.
‘Abdullah bin Al Mubarak rahimahullah pernah ditanya mengenai turunnya
Allah pada malam Nisfu Sya’ban, lantas beliau pun memberi jawaban pada
si penanya, “Wahai orang yang lemah! Yang engkau maksudkan adalah malam
nisfu Sya’ban?! Perlu engkau tahu bahwa Allah itu turun di setiap malam
(bukan pada malam nisfu Sya’ban saja, -pen).” Dikeluarkan oleh Abu
‘Utsman Ash Shobuni dalam I’tiqod Ahlis Sunnah (92).
Al ‘Aqili
rahimahullah mengatakan, “Mengenai turunnya Allah pada malam nisfu
Sya’ban, maka hadits-haditsnya itu layyin (menuai kritikan). Adapun
riwayat yang menerangkan bahwa Allah akan turun setiap malam, itu
terdapat dalam berbagai hadits yang shahih. Ketahuilah bahwa malam nisfu
Sya’ban itu sudah termasuk pada keumuman hadits semacam itu, insya
Allah.” Disebutkan dalam Adh Dhu’afa’ (3/29). (Lihat Fatwa Al Islam Sual
wa Jawab, no. 49678)
Cukup Perbanyak Amalan Puasa di Bulan Sya’ban
Kalau mau meraih kebaikan, bisa diraih dengan memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ
صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا
مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku tidak pernah sama sekali melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna
sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat
beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.”
(HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Yang Punya Utang Puasa Ramadhan Segera Lunasi
Bagi yang punya utang puasa Ramadhan, segeralah dilunasi karena
bulan Sya’ban adalah bulan terakhir sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu
mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi
hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk
mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950 dan
Muslim no. 1146)
Perbanyak Pula Amalan Bacaan Al-Qur’an di Bulan Sya’ban
Salamah bin Kahil berkata,
كَانَ يُقَالُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ القُرَّاء
“Dahulu bulan Sya’ban disebut pula dengan bulan membaca Al Qur’an.”
وَكَانَ عَمْرٌو بْنِ قَيْسٍ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ شَعْبَانَ أَغْلَقَ حَانَوَتَهُ وَتَفْرُغُ لِقِرَاءَةِ القُرْآنِ
‘Amr bin Qois ketika memasuki bulan Sya’ban, beliau menutup tokonya dan lebih menyibukkan diri dengan Al Qur’an.
Abu Bakr Al Balkhi berkata,
شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيِ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حِصَادِ الزَّرْعِ
“Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman
dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.” (Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa
Jawab no. 92748)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
#SEMOGABERMANFAAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar