Nikah Itu
Indah
Catatan Kecil Sebuah Pernikahan
Islam
Semoga Allah menghimpun yang terserak dari
keduanya,
memberkati mereka berdua,
dan kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan
mereka.
Menjadikan pembuka pintu-pintu rahmat, sumber
ilmu,
dan hikmah serta memberikan rasa aman bagi umat.
(Doa Rasulullah pada pernikahan Fatimah Azzahra
dengan Ali bin Abi Tholib)
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada
kami, pasangan-pasangan kami, dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang bertakwa” (QS Al Furqan:74)
Ya Allah tentramkanlah antara kedua mempelai
iniseperti engkau tentramkan antara Nabi Adam dan Hawa, Yusuf dan Zulaikha,
junjungan kami Nabi Muhammad dab Khadijah (Al Kubra)
“Ya Allah panjangkanlah umur kami, teguhkanlah
iman kami, bagusi amal perbuatan kami, lapangkan rizki kami, dekatkan kami
menuju kebaikan, jauhkan kami dari keburukan, kabulkan hajat kami yang
mendatangkan ridho-Mu dan kebajikan. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan
salam atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan para sahabat.” (Doa Walimatul
Ursy)
Nikah Itu Indah………………….
“Diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, seupaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Allah jadikan bagimu cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya
yang demikian itu benar-bernar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berfikir.” (QS Ar-Rum:21)
Dalam
Hadist Tarmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda : “Tiga
golongan yang berhak ditolong oleh Allah, yakni pejuang di jalan Allah, mukatib
(budak yang membeli dari tuannya) yang mau melunasi pembayarannya dan orang
menikah karena mau menjauhkan dirinya
dari yang haram.”
Catatan Kecil Sebuah
Pernikahan yang Islam
Pernikahan atau perkawinan dalam pandangan Islam bukan
hanya merupakan bentuk formalisasi hubungan suami istri atau pemenuhan
kebutuhan fitrah insani semata, tetapi lebih dari itu, merupakan amal ibadah
yang disyariatkan. Meskipun upacara yang sakral itu tidak bisa dipisahkan dari
statusnya sebagai ibadah, namun dalam pelaksanaannya seringkali tampil dalam
tata cara yang berbeda-beda, bahkan cenderung didominasi adat istiadat setempat
yang merusak nilai ibadah itu sendiri.
Adalah merupakan kewajiban bagi setiap muslim
untuk memahami seluruh aspek peribadatan dalam Islam, khususnya dalam masalah
pernikahan. Apa pula hikmah dan rahasia dibaliknya serta bagaimana etika penyelenggaraan
pernikahan itu, Insya Allah akan diberkati Allah Azza Wa Jalla, disamping
terbebas dari aktivitas yang menyimpang dari ajaran Islam.
Antara Ibadah dan Fitrah
Dikatakan sebagai fitrah karena secara jelas Allah
dan Rasul-Nya mensyariatkan nikah sebagai perintah yang harus dilaksanakan
seperti termaktub dalam Al-Quran dan Sunah:
“Maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah
seorang saja…” (QS. An
Nisa: 3)
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-Mu
yang telah menciptakanmu dan menjadikan materi daripadanya dan daripada
keduanya berkembang biak laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah
kepada Allah yang kamu saling meminta dengan nama-Nya dan takutlah (akan
memutuskan) silaturahmi. Sesungguhnya Allah mengawasi kamu”. (QS An Nisa:1)
Lebih tegas diperintahkan oleh Rasulullah SAW
kepada kaum muda yang sudah memiliki kesiapan, hendaknya segera menikah tanpa
harus banyak berfikir-fikir dan menunggu-nuggu, karena nikah itu perbuatan yang
mulia dan disukai oleh Al-Khaliq. Bahkan beliau mengingatkan amal yang terpuji
ini merupakan sebagian dari kesempurnaan pelaksanaan Dien. Jadi barangsiapa
yang belum menunaikan nikah berarti ia belum mampu melaksanakan Dien secara
sempurna, sabda Rasulullah SAW.
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu
telah mampu menikah, hendaklah ia nikah. Sesungguhnya dengan demikian akan
lebih menundukkan pandangan mata dan lebih leluasa menjaga kemaluannya. Barang
siapa yang tidak sanggup, maka sebaiknya berpuasa saja. Sesungguhnya ia akan
menciptakan keseimbangan.” (HR. Muslim)
“Manakala seseorang telah beristri, telah
menyempurnakan separuh Dien, maka tekutlah kepada Allah untuk menyempurnakan
separuh yang lain”. (HR. Baihaqi)
Memang pernikahan merupakankebutuhan fitrah setiap
insan yang tidak mungkin dihindari. Seiring dengan kebutuhan biologis manusia,
maka tumbuh pula dorongan seksualnya. Jika hal tersebut tak tersalurkan pada
hal yang benar, akan menimbulkan bencana sosial maupun kemanusiaan. Karena itu
Islam sebagai agama fitrah (QS 30:30) memberikan jalan keluarnya secara
sempurna.
Disamping
aspek-aspek hidup yang lain. Islam
tidak setuju terhadap sikap membujang. Sebab ini melanggar fitrah kemanusiaan,
Rasulullah pernah marah ketika mendengar salah seorang sahabatnya berniat hendak
membujang terus, demi alasan membersihkan diri dari nafsu. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku ini menikahi wanita, barangsiapa
yang tidak mengikuti sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku”.
Inilah bukti keselarasan antara ajaran Islam
dengan tuntutan biologis atas fitrah kemanusiaan. Islam memberi jawaban
terhadap seluruh persoalan insani, tidak ada satu pun yang luput dari perhatian
Islam.
Tujuan Nikah
Sesungguhnya hubungan kasih saying antara pria dan
wanita merupakan masalah urgen yang harus ditata. Dan lembaga pernikahan
merupakan aturan yang mesti dipatuhi oleh setiap muslim. Pernikahan dalam Islam
bukan sekedar sarana formalisasi kebutuhan biologis, lebih dari itu adalah
untuk menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta upaya melestarikan
kekhalifahan manusia di muka bumi sebagai amanat suci dengan menurunkan
generasi yang sah, baik dan berkualitas dari rumah tangga yang tertata menurut
syariat. Rasulullah mencintai ummatnya yang berketurunan banyak :
“Nikahlah, perbanyaklah keturunan. Sebab di hari kiamat kelak aku akan
membanggakan kalian dari ummat-ummat yang lain”.
Pernikahan juga akan mengantarkan manusia pada
ketentraman, suasana sejuk yang membebaskan diri dari kegelisahan dan rasa
gundah gulana, bila perkawinan itu dilandasi syariat. Sebaliknya, rumah tangga
akan dapat menjadi sumber api yang dapat merembet ke aspek lain bila lepas dari
landasan syar’i.
“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Allah jadikan bagimu cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum:21)
Jika demikian tujuan pernikahan, yakni keluarga
sakinah dalam lindungan rahmat-Nya, sudah barang tentu kita tak mungkin
melepaskan diri dari tuntutan syari’at-Nya.
Di zaman yang sedang dilanda krisis moral seperti
sekarang ini banyak kalangan muda yang tidak punya keberanian untuk menikah,
mereka takut mendayung bahtera rumah tangga dengan segala beban resikonya,
ditambah orang tua yang kebanyakan tidak mau membantu anak-anaknya pada
langkah-langkah awal memasuki jenjang pernikahan.
“Jika kamu mampu mengurus anak dan istri maka
nikahlah, bila tidak maka jangan buru-buru nikah, nanti kamu akan sengsara”,
dmeikian ungkapan yang sering dilontarkan. Padahal sang anak sudah meningkat
dewasa demikian pula dengan emosi seksualitasnya. Sesungguhnya terjadi kenyataan
yang tidak sinkron. Satu pihak kita menekan anak-anak muda untuk menunda
perkawinan dengan alasan belum cukup umur, belum mampu mengurus tetek bengek
keluarga namun di pihak lain membiarkan mereka dipermainkan oleh yang dahsyat
lewat realita kultur yang penuh maksiat, lewat koran, televisi, film,
pertunjukan nyata, dan lain sebagainya.
Mampukah mereka bertahan, ataukah dibiarkan saja
hingga menyerempet (atau sudah) ke arah perbuatan zina? Sangat disesalkan bila
mereka tidak berani menikah, yang sesungguhnya itu merupakan ibadah, hanya karena
takut menanggung resiko ekonomi, lalu melampiaskannya dengan cara-cara yang
tidak dianjurkan, yang justru mengeluarkan banyak biaya disamping dosa besar. Allah
SWT Yang Maha Pemurah menjanjikan bagi orang yang mau menikah :
“Hendaklah
kamu mengawinkan orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantaramu dan orang-orang
yang shaleh diantara hamba yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin
Allah akan memberi kekayaan kepada mereka dengan Karunia-Nya. Allah Maha Luas
(Karunia)-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur:32)
ADAB WALIMAH
(Resepsi Pernikahan Islami)
Karena pernikahan itu merupakan ibadah maka Islam
mengatur pelaksanaan atau tata cara pernikahan dan walimah (resepsi pernikahan)
dengan cara-cara yang tidak boleh menyimpang dari nilai Islam.
Dalam Islam, walimah dianjurkan utnuk
diselenggerakan, betapa pun dalam bentuk yang amat sederhana, hal ini merupakan
formalisasi dari pernikahan agar khalayak mengetahui secara resmi pernikahan
itu, dengan demikian secara sosial akan menghilangkan hal-hal yang akan
mengarah pada fitnah.
Hadits Rasulullah SAW :
Dari Anas ra. Berkata : “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk
istrinya seperti beliau mengadakan walimah untuk Zaenab, beliau menyembelih
seekor kambing”. (HR. Bukhari-Muslim)
Adapun acara walimah yang Islami harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
- Bertujuan
untuk melaksanakan ibadah.
Tidak dibenarkan
menyelenggarakan walimah didasari kepentingan-kepentingan selain mencari ridho Allah.
Harus dijauhkan dari bentuk upacara yang mengandung syirik seperti ada
sesajian, atau sejenisnya yang terpengaruh budaya atau adat, juga harus
menghindari kecenderungan bersikap riya’, yakni memamerkan kemewahan, kekayaan,
kecantikan dan sejenisnya.
- Menghindari
kemaksiatan
Dalam Islam tidak dibenarkan sang pengantin
dipertontonkan di depan umum. Adapun kehadiran para tamu dimaksudkan agar turut
memberikan ucapan selamat (doa) dan ikut memeriahkan. Harus dihindari suasana
campur baur antara undangan pria dan wanita, karena ini tidak dibenarkan
syari’at, Syariat melarang hubungan sosial dalam bentuk saling pandang, kontak,
bersentuhan antar lain jenis kecuali muhrimnya, dasar ini terambil dari firman
Allah dan hadits Rasulnya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,
hendaklah mereka menahan pandangannya serta memelihara kemaluannya. Yang
demikian ini adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahuai
apa yang mereka perbuat”. (QS. 24:30)
- Menghindari
perbuatan mubadzir
Dalam acara
walimah tidak dibenarkan adanya kemubadziran, pemborosan dalam biaya,
berlebihan dalam hidangan sehingga banyak makanan yang terbuang. Firman Allah :
“Sesungguhnya kemubadziran itu adalah saudaranya setan”.
- Harus
mengundang kaum fakir miskin
Rasulullah SAW
bersabda :
“Makanan yang paling buruk adalah makanan dalam walimah, dimana orang-orang
kaya diundang makan sedangkan orang-orang miskin tidak diundang”. (HR. Bukhari
– Baihaqi).
Apabila sebuah pernikahan dan walimah
diselenggarakan dengan tatacara demikian, Insya Allah keberkahan ibadah dalam
acara itu diperolehnya. Sebaliknya, akan rusak jika jauh dari aturan yang ada.
NASIHAT UNTUK KEDUA MEMPELAI
Izinkanlah kami menyampaikan amanat, pertama
kepada saudara yang harus memikul wasiat Nabi pada haji Wada”
Saudaraku, pagi ini dengan nikmat dan inayah Allah
SWT, Anda sampai pada saat yang paling indah, paling bahagia, tetapi paling
mendebarkan dalam kehidupan Anda. Saat paling indah, sebab mulai pagi ini cinta
tidak hanya berbentuk impian dan khayalan. Saat yang paling bahagia, sebab
akhirnya Anda berhasil mendampingi wanita yang Anda cintai (Insya Allah). Saat
yang paling mendebarkan sebab mulai saat ini Anda memikul amanah Allah untuk
menjadi pemimpin keluarga.
Dahulu Anda adalah manusia bebas yang pergi sesuka
Anda. Tatapi sejak pagi ini bial Anda belum pulang juga sampai larut malam, di
rumah ada seorang wanita yang tidak dapat tidur, karena mencemaskan Anda. Kini,
bila berhari-hari Anda tidak pulang tanpa berita, di kamar Anda ada seorang
wanita lembut yang akan membasahi bantalnya dengan linangan airmata. Dahulu
bila Anda mendapat musibah, Anda hanya mendapat ucapan, ‘turut berduka cita’
dari sahabat-sahabat Anda. Tetapi kini, seorang istri akan bersedia
mengorbankan apa saja agar meraih kembali kebahagiaan Anda. Sekarang Anda
mempunyai kekasih yang diciptakan Allah untuk berbagi suka dan duka dengan
Anda.
Saudara, wanita yang duduk disisi Anda bukanlah
segumpal daging yang dapat Anda kerat semena-mena, dan bukan pula budak belian
yang dapat Anda perlakukan sewenang-wenang. Ia adalah wanita yang dianugerahkan
oleh Allah untuk membuat hidup Anda lebih indah dan lebih bermakna. Ia adalah
amanat Allah yang akan Anda pertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Rasulullah SAW bersabda :
“Ada dua dosa yang akan didahulukan Allah siksanya di dunia ini juga, yaitu
: Al bagyu dan durhaka kepada kedua orangtua”. (HR. Turmudzi, Bukhori dan thabrani)
Al Bagyu adalah berbuat sewenang-wenang, berbuat
dzalim dan menganiaya orang lain. Dan Al Bagyu yang paling dimurkai adalah
berbuat dzalim kepada istri, menyakiti hatinya, merampas kehangatan cintanya,
merendahkan kehormatannya, mengabaikan dalam mengambil keputusan, dan mencabut
haknya untuk memperoleh kebahagiaan hidup bersama Anda. Karena itu Rasulullah
SAW mengukur tinggi rendahnya martabat laki-laki dari cara ia bergaul dengan
istrinya, Nabi yang mulia bersabda :
“Tidak akan memuliakan wanita kecuali laki-laki
yang mulia, dan tidak akan merendahkan wanita kecuali laki-laki yang rendah
pula”.
Rasulullah SAW
adalah manusia yang paling mulia. Dan
Aisyah ra. Bercerita bagaimana Rasulullah memuliakannya:
“Di rumah, kata Aisyah, “Rasulullah melayani
keperluan istrinya memasak, menyapu lantai, memerah susu dan membersihkan
pakaian. Dia memanggil istrinya dengan gelaran yang baik”.
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, ada
beberapa sahabat menemui Aisyah, memintanya agar menceritakan perilaku
rasulullah SAW, Aisyah sesaat tidak menjawab permintaan itu. Airmatanya
berderai. Kemudian dengan nafas panjang ia berkata “Kaana kullu amrihi ‘ajaba’
(Ahh …. perilakunya indah).
Ketika didesak untuk menceritakan perilaku Rasul
yang paling mempesona. Aisyah kemudian mengisahkan bagaimana Rasul yang mulia
ditengah malam bangun dan meminta izin kepada Aisyah untuk shalat malam.
“Izinkan aku beribadah kepada Rabbku,” ujar
Rasulullah kepada Aisyah.
Bayangkan Saudara, sampai untuk shalat malam saja
diperlukan izin istrinya. Disitu berhimpun kemesraan, kesucian, kesetiaan, dan
penghormatan.
Saudaraku, kalau saya harus menyimpulkan nasihat
saya kepada Anda, saya ingin mengucapkan: “Muliakanlah istri Anda begitu rupa
sehingga kelak bila Allah menakdirkan Anda meninggal lebih dahulu, lalu kami
tanyai istri Anda tentang anda, ia akan menjawab seperti Aisyah: “Ahh…. Semua
perilakunya indah, menakjubkan.”
Saudaraku, dengan izin Anda perkenankanlah saya
sekaran menyampaikan wasiat Rasulullah SAW, kepada wanita disamping Anda:
“Seandainya aku boleh memerintahkan manusia
bersujud kepada manusia lain, aku akan perintahkan para istri untuk bersujud
pada suami mereka karena besarnya hak suami yang dianugerahkan Allah atas
mereka”.
Banyak istri yang menuntut agar suaminya
membahagiakan mereka. Jarang terpikirkan oleh mereka bagaimana ia membahagiakan
suami. Padahal cinta kasih sayang akan tumbuh dan subur dalam suasana ‘memberi’
bukan ‘mengambil’. Cinta adalah ‘sharing’ saling berbagi. Anda tidak akan
memperoleh cinta kalau yang Anda tebarkan adalah kebencian. Anda tidak akan
memetik kasih sayang kalau yang Anda tanam adalah kemarahan. Anda tidak akan
meraih ketenangan bila yang Anda suburkan dendam dan kekecewaan.
Saudariku, Anda boleh memberi apa saja yang Anda
miliki. Tetapi, buat suami Anda, tidak ada pemberian istri yang paling
membahagiakan selain hati yang selalu siap berbagi kesenangan dan penderitaan. Diluar
rumah, suami Anda boleh jadi diguncangkan dengan berbagai kesulitan. Di luar,
ia menemukan wajah-wajah tegar, mata-mata tajam, ucapan-ucapan kasar, dan
pergumulan hidup yang berat. Ia ingin ketika pulang ke rumah, menemukan wajah
yang ceria, mata yang sejuk, ucapan yang lembut, dan berlindung dalam keteduhan
kasih sayang Anda (seperti cerita putri saljunya Anderson). Suami Anda ingin
mencairkan seluruh beban jiwanya dengan kehangatan air mata yang terbit dari
samudera kasih sayang Anda.
Rasul yang mulia pernah berkata bahwa istri
terbaik adalah:
“Istri yang paling baik adalah yang
membahagiakanmu, saat kamu memandangnya, yang mematuhimu kalau kamu
menyuruhnya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu bila kamu tidak ada
disisinya.”
Saudariku….
Rasul bersabda bahwa surga terletak dibawah
telapak kaki kaum ibu, maka apakah rumah tanggan yang Anda bangun hari ini akan
menjadi surga atau neraka, bergantung kepada Anda sebagai ibu rumah tangga. Rumah
tangga akan menjadi surga bila Anda menghiasnya dengan kesabaran, kesetiaan dan
kesucian. Allah SWT berfirman:
“Wahai-wanita ingatlah ayat-ayat Allah dan hikmah
yang dbacakan dirumah-rumah kami. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang dan Maha
Mengetahui.” (QS. 33:34)
Saudariku, kelak bila perahu rumah tangga Anda bertubrukan dengan kerikil
tajam, bila impian remaja telah berganti menjadi kenyataan yang pahit, bila
bukit-bukit harapan diguncangkan gempa cobaan, kami ingin melihat Anda tetap
teguh di samping suami Anda. Anda tetap tersenyum walaupun langit mendung. Pada
saat seperti itu mungkin tidak ada yang paling menyejukkan suami Anda selain
melihat pemandangan yang mengharukan. Ia bangun di malam hari, didapatinya Anda
tidak ada disampingnya. Tetapi, ia dengan suara yang dikenalnya betul.
Di atas sajadah dan di atas lantai yang dingin ia
menyaksikan seorang wanita bersujud. Suaranya bergetar. Ia memohon agar Allah
menganugerahkan pertolongan bagi suaminya. Pada saat seperti itu suami Anda
akan mengangkat tangannya ke langit, dan dengan airmata yang menetes ia berdo’a
:
“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami istri dan keturunan yang menentramkan
hati kami, dan jadikanlah kami penghulu orang-orang yang bertaqwa”.
Saudariku, pernah suatu saat Aisyah ra. Bercerita,
alam setelah meninggalnya Khadijah ra. :
“Hampir setiap kali Rasulullah SAW, akan keluar
rumah, beliau menyebut nama Khadijah seraya memujinya. Sehingga pada suatu hari,
ketika beliau menyebutnya lagi, timbul rasa cemburuku dan kukatakan padanya,
“Bukankah ia hanya seorang wanita yang sudah tua, sedang Allah telah memberi
Anda pengganti yang lebih baik daripada dia?”
Mendengar itu rasulullah SAW kelihatan sangat marah,
sehingga bagian depan rambutnya bergetar karenanya. Lalu beliau berkata,
“Tidak, demi Allah ! Aku tidak mendapat pengganti yang lebih baik daripada dia
! Dia beriman keapdaku ketika orang-orang mendustakanku. Dia membantuku dengan hartanya
ketika tak seorangpun selain dia bersedia memberiku sesuatu. Dan Allah telah
menganugerahkan keturunan dari padanya, dan tidak dari istri-istriku yang
lain.” (Al Hadits)
Saudariku, seandainya ditakdirkan Allah Anda meninggal lebih dahulu, lalu kami
menemui suami Anda, dan kami tawarkan pengganti Anda. Pada saat itu, suami Anda
akan bergetar marah, dan seperti Rasul yang mulia, ia berkata, “Demi Allah,
tidak ada yang dapat menggantikan dia. Dia yang memperkuat hatiku ketika aku
hampir putus asa, dia mempercayaiku ketika semua orang menjauhiku. Dia
memberikan ketulusan hati ketika semua orang mengkhianatiku”. Bila itu terjadi berbahagialah
Anda, saudariku, karena rasulullah SAW bersabda :
“Bila seorang wanita meninggal
dunia, dan suaminya ridho sekali dengan tingkah lakuknya semasa hidupnya, maka
wanita itu masuk surga”.
Marilah kita antarkan kedua mempelai pada kehidupan mereka yang baru. Kepada
mereka berdua ingin kita amanatkan firman Allah SWT :
“Berbekallah kalian, sesungguhnya bekal yang paling baik adalah taqwa”.
Akhirnya, mari kita panjatkan doa barokah
kepada kedua mempelai :
“Barokallahu laka wa
baaraka ‘alaika wa jama’a bainakumaa fi khoir”
“Semoga Allah memberikan keberkahan dan
menetapkan keberkahan itu padamu serta menghimpun kalian berdua di dalam
kebaikan” Amin.
Akhir kalam,
Semoga Allah mensucikan niat
kami, menguatkan azzam kami, menjadikan pernikahan ini penuh barokah (barokah
bagi kita dan barokah atas kita) dan dipenuhi ridho Allah.
Dan semoga Allah mengaruniakan
keturunan yang dapat memberi bobot kepada bumi dengan kalimat ‘La ilaha illah’